SETELAH lebih dari empat puluh tahun hidup menjadi warga Ibu Kota, Jakarta, penulis menemukan beberapa hal penting yang harus dimiliki warga kota metropolitan ini agar dapat menaklukkan Jakarta. Pengalaman menghantarkan kita kepada suatu kondisi, di mana kita harus berani hidup. Semboyan 'berani mati' tidak berguna untuk bekal hidup di Jakarta, sebab semboyannya harus 'berani hidup', karena kemungkinan bisa cepat mati jauh lebih memungkinkan di Jakarta ketimbang bisa hidup. Setiap hari media massa menyuguhi kita berita-berita kriminal, yang menggambarkan kepada kita betapa 'murahnya' nyawa seorang manusia. Betapa sederhananya 'cara' mati warga Ibu Kota ini.
Namun, untuk bisa hidup dibutuhkan bukan hanya perjuangan yang gigih dan tidak mengenal lelah, melainkan juga nyali dan kemampuan 'strategis' yang bisa membaca irama kehidupan warga kota ini, serta kemampuan untuk mengikuti arus besar itu, meskipun sedapat mungkin kalau bisa jangan hanyut terlalu jauh terbawa oleh arus besar tersebut.
Sekurangnya dibutuhkan tiga hal penting untuk menyiasati hidup di Jakarta dan kota-kota sekitarnya, Bodetabek. Pertama, cekatan menangkap peluang. Pada tahun 70-an, ketika penulis masuk ke bursa kerja, persaingan belum seketat sekarang. Lapangan kerja juga memang terbatas, namun masih ada peluang untuk memilih. Dan, umumnya lamaran yang dikirimkan ke perusahaan atau instansi, dibalas.
Seorang rekan muda menuturkan, meskipun perusahaan tempatnya bekerja tidak memasang iklan lowongan kerja, ratusan lamaran kerja sampai ke perusahaan itu setiap minggu. Dan umumnya, semua lamaran itu nyaris tak tersentuh. Sebab, ketika perusahaan membutuhkan sejumlah kecil tenaga kerja baru, mereka lebih suka memilih lamaran yang baru sampai atau lamaran yang dibawa karyawan dalam.
Kedua, salah satu yang akan menyebabkan kita betah tinggal di Jakarta adalah merasa aman dan tidak terganggu oleh berbagai tindak kriminal yang dilakukan sebagian kecil oknum warga kota ini juga. Agar kita merasa aman, kita harus pandai-pandai membaca peta tindak kriminal di seantero kota metropolitan ini.
Mudah saja, baca saja surat kabar pada bagian metropolitannya atau rubrik kota, yang hampir setiap hari menyajikan berita-berita kriminal yang terjadi sepanjang hari. Berita-berita ini tak ada hentinya. Bahwa sebuah koran yang memang sebagian besar isinya adalah berita Ibu Kota, ternyata tirasnya relatif sangat besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga Kota Jakarta menyimak berita-berita kriminal yang terjadi di kota ini. Ini sangat bagus. Sebab, dengan memahami kondisi dan peta tindak kriminal Jakarta, berarti kita sudah melakukan suatu proteksi diri agar atau sekurangnya berusaha untuk menghindar dari jadi sasaran kejahatan para begundal yang jumlahnya relatif cukup banyak gentayangan di seluruh sudut kota ini.
Dengan mengetahui wilayah-wilayah rawan, kita bisa sedikit menahan diri dan waspada, bila terpaksa harus memasuki wilayah tersebut. Dengan begini, disertai dengan meminta perlindungan Tuhan Yang Mahaesa, insya Allah kita selamat. Itulah kenyamanan yang luar biasa hidup di Jakarta, yakni tidak pernah mengalami perlakuan tindak kekerasan para penjahat. Pelaku tindak kriminal di Jakarta semakin hari semakin brutal. Sepuluh tahun yang lalu, penulis masih berani bepergian dari Bekasi ke Jakarta Barat atau ke Depok menjelang tengah malam. Sekarang, harus berpikir sepuluh kali. Jika bukan karena urusan yang sangat penting, sebaiknya ditunda saja hingga esok pagi. Apalagi, untuk sampai ke tujuan misalnya, harus melewati beberapa titik rawan tindak kriminal. Sebaiknya tidak mengambil risiko yang terlalu besar. Sebab, pelaku tindak kriminal dewasa ini, akan tega melenyapkan nyawa Anda, hanya sekadar tergiur oleh dering HP yang Anda bawa. Meskipun HP itu sudah Anda pakai empat tahun, dan harganya mungkin tinggal seratus atau dua ratus ribu rupiah saja.
Apalagi, bila harus bepergian dengan sepeda motor. Di Jabodetabek, sepeda motor sekarang kena 'jam malam'. Dianjurkan untuk tidak mengendarai sepeda motor dari tengah malam sampai Subuh, apalagi bila harus melewati ruas-ruas jalan yang agak sepi. Di sana sudah menunggu alap-alap sepeda motor, yang bukan mustahil, akan mencederai pemiliknya dulu, sebelum mengambil sepeda motornya. Tak jarang pemilik sepeda motor harus juga kehilangan nyawanya, selain sepeda motor.
Ketiga, salah satu kebutuhan hidup manusia adalah lahan, yakni tanah dan rumah untuk tempat tinggal. Masalah ini cukup sensitif di kota besar seperti Jakarta. Kerawanan ini sekarang sudah menyebar ke seluruh Jabodetabek. Sebab, sebagian warga Jakarta sekarang bermukim di Bodetabek, karena tidak kebagian lahan di tengah kota. Akibatnya kini berbagai kota pendukung bermunculan. Ada Bumi Serpong Damai, Tigaraksa di Tangerang, ada Lippo Cikarang, Jababeka, dan beberapa yang lain di Kota maupun Kabupatern Bekasi. Apa yang menyebabkan masalah lahan ini bisa menjadi rawan? Sekarang banyak orang nekat dan menghalalkan segala cara dalam hidupnya.
Sering terbetik berita bahwa sebidang tanah yang dibeli seseorang, dengan surat-surat lengkap ternyata adalah milik orang lain, yang juga memiliki surat lengkap dan sama-sama 'asli', padahal logikanya salah satunya pasti palsu! Banyak orang yang menyerobot tanah negara, lalu mengaplingnya, dan dijual secara diam-diam kepada orang lain. Karena tergiur oleh letaknya strategis dan harga agak miring, banyak peminatnya, dan kemudian bermasalah. Seorang kawan, pengusaha percetakan, membeli sebuah bangunan untuk percetakannya. Hanya enam bulan setelah dibeli, ternyata tanahnya bukan diperuntukkan bagi usaha, dan harus dibongkar. Rugilah dia sekitar tiga puluh juta, sementara penjualnya raib entah ke mana.
Jangan gegabah dalam urusan lahan ini. Lebih baik agak teliti, dan mempertanyakan hak dan kepemilikan lahan yang hendak dibeli, dan juga kawasan tempat lahan itu berada apakah cocok dengan keinginan kita? Ini penting. Keaslian surat-surat juga harus di cek ke instansi yang berwenang, agar tidak membeli lahan yang kepemilikannya ganda.
Sebenarnya banyak hal yang harus dipelajari agar bisa hidup 'nyaman' di kehiruk-pikukan kota ini. Namun bila kita sudah memahami yang tiga di atas, yang lain bisa dipelajari sambil berjalan. Karena semua itu justru diperoleh dari pengalaman-pengalaman hidup itu sendiri. Kita tidak harus mengalaminya sendiri, agar menjadi hati-hati di jalan misalnya. Kita tidak harus dirampok penjahat kampak merah dulu, sebelum berhati-hati di kawasan tertentu. Pengalaman orang lain pun layak kita simak.
Akhirnya, sekali lagi, paling penting, hidup di Jakarta dan juga Bodetabek, harus bersemboyan 'berani hidup'. Untuk berani hidup, dibutuhkan perjuangan, keterampilan dan juga nyali yang besar. Mereka yang terjerumus menjadi pelaku tindak kriminal adalah orang-orang yang tidak berani hidup. Mereka lemah, dan maunya cari jalan pintas untuk punya uang. Suatu hari di surat kabar besar ada berita, bahwa sejumlah pedagang kaki lima beralih peran menjadi tukang copet, sebab tempatnya berdagang selalu ditertibkan aparat pemda. Inilah contoh manusia yang hanya berani mati, bukan berani hidup!Sumber : Media Indonesia
1 comment:
When we are in Jakarta, we always complain about this situation. But when we're far away from Jakarta, we also miss to go there.. really..
Jakarta? It's my town where I grew up old and big.. hmm.. nice posting
Post a Comment